Dampak Perang Dingin Bagi Indonesia
Setelah Perang Dunia II berakhir, muncul dua kekuatan besar di dunia
yang saling bersaing dan bertentangan. Dua kekuatan tersebut adalah
Amerika Serikat yang berpaham demokrasi-kapitalis dan
Uni Soviet yang mengusung paham sosialis-komunis. Kedua negara tersebut berlomba-lomba menanamkan pengaruhnya di berbagai negara di dunia dengan berbagai cara mulai dari pemberian bantuan ekonomi hingga bantuan persenjataan. Persaingan kedua negara besar ini menimbulkan keprihatinan masyarakat internasional akan terjadi Perang Dunia III. Selama perebutan pengaruh itu, kedua negara tersebut tidak pernah bertemu dan berhadapan secara langsung , tapi hanya berada di belakang dengan memberikan dukungan kepada masing-masing negara yang bersengketa seperti yang terjadi pada Perang Korea, Perang Vietnam. Oleh karena itu disebut Perang Dingin. Perang Dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu. Negara-negara di dunia terbagi-bagi setidaknya menjadi tiga kelompok yaitu negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi-kapitalis, negara-negara Blok Timur yang berpaham sosialis-komunis, serta negara-negara yang tidak memihak salah satu blok pun yang sering disebut negara-negara non-blok. Negara-negara yang biasanya menjadi incaran perebutan pengaruh kedua negara tersebut adalah negara-negara di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia.
Uni Soviet yang mengusung paham sosialis-komunis. Kedua negara tersebut berlomba-lomba menanamkan pengaruhnya di berbagai negara di dunia dengan berbagai cara mulai dari pemberian bantuan ekonomi hingga bantuan persenjataan. Persaingan kedua negara besar ini menimbulkan keprihatinan masyarakat internasional akan terjadi Perang Dunia III. Selama perebutan pengaruh itu, kedua negara tersebut tidak pernah bertemu dan berhadapan secara langsung , tapi hanya berada di belakang dengan memberikan dukungan kepada masing-masing negara yang bersengketa seperti yang terjadi pada Perang Korea, Perang Vietnam. Oleh karena itu disebut Perang Dingin. Perang Dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu. Negara-negara di dunia terbagi-bagi setidaknya menjadi tiga kelompok yaitu negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi-kapitalis, negara-negara Blok Timur yang berpaham sosialis-komunis, serta negara-negara yang tidak memihak salah satu blok pun yang sering disebut negara-negara non-blok. Negara-negara yang biasanya menjadi incaran perebutan pengaruh kedua negara tersebut adalah negara-negara di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia.
Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Masa Perang Dingin
Pada tahun 1960-an ketika Indonesia
menerapkan sistem demokrasi terpimpin pemerintah mengarahkan pandangan
politiknya ke negara-negara Blok Timur yang berhaluan komunis. Hal ini
disebabkan pengaruh kekuatan PKI yang saat itu mendominasi politik
Indonesia. Selain itu juga disebabkan negara-negara Barat terkesan
enggan memberikan bantuan ekonomi dan persenjataan dalam rangka
perbaikan ekonomi dan perjuangan membebaskan Irian Barat. Puncak
kedekatan Indonesia dengan Blok Timur adalah pendirian Poros
Jakarta-Hanoi-Pyong Yang-Phnom Penh, menjadikan Indonesia dicap negara
berhaluan komunis oleh masyarakat Internasional. Kebijakan luar negeri
pada waktu itu cenderung pada konfrontasi negara-negara Barat yang
dianggap sebagai simbol kolonialisme dan imperialisme. Peristiwa
pemberontakan G30S / PKI yang diduga didalangi PKI tahun 1965 menjadi
titik balik perubahan arah politik Indonesia. Peristiwa G30S / PKI ini
diikuti oleh pergeseran kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru, dari Soekarno
ke Soeharto. Perubahan tampuk kekuasaan ini juga merubah halauan
kebijakan luar negeri Indonesia. Komunis dinyatakan sebagai ajaran
terlarang di Indonesia sehingga semua hubungan dengan negara-negara
komunis diputuskan.
Peran Lembaga Keuangan Internasional dalam Kebijakan Ekonomi Indonesia di Masa Orde Baru.
Dibawah pemerintahan Orde Baru,
setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui
bantuan dana negara-negara Barat. Bantuan yang didapat digunakan untuk
memperbaiki ekonomi dan melakukan pembangunan dalam bentuk Repelita
(Rencana Pembangunan Lima Tahun). Negara-negara pemberi bantuan dana itu
tergabung dalam sebuah konsorium yang dinamakan IGGI (Inter-Goverment
Group on Indonesia) yang beranggotakan Amerika Serikat, Kanada,
Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, dan sejumlah negara Eropa
Barat. Selain negara-negara tersebut, Indonesia juga mendapatkan
pinjaman dana dari Bank Internasional untuk Rekontruksi dan Pembangunan
(IBRD / International Bank for Recontruction and Development) atau Bank
Dunia (World Bank). Bank dunia merupakan lembaga keuangan yang mengurusi
masalah-masalah yang bersifat struktural. Bank Dunia memberikan bantuan
dana kepada negara-negara yang membutuhkan melalui program penyesuaian
struktural (SAP / Structural Adjustment Program).
Bank dunia juga berperan melakukan perombakan terhadap sektor yang
dipandang penting seperti sektor industri dan perdagangan serta
menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang terkait sektor tersebut.
Tujuannnya adalah untuk meliberalisas sektor-sektor tersebut dengan
menyingkirkan hambatan-hambatan yang merintangi produktivitas
perekonomian. Disisi lain, untuk membenahi sektor moneter yang mengalami
kekacauan pemerintah Indonesia meminta bantuan dari IMF (International
Monetary Fund). Pemerintah perlu meredam laju inflasi yang meningkat
tajam de tahun 1965. IMF mempunyai tugas melakukan intervensi (campur
tangan) untuk mendapatkan kembali keseimbangan neraca perdagangan.
Keseimbangan neraca perdagangan dipengaruhi oleh kebijakan moneter bank
sentral dan menteri keuangan. IMF memberikan saran-saran yang harus
dilakukan pemerintah Indonesia untuk menyehatkan perekonomiannya.
Perkembangan Modal Asing Setelah Tahun 1906
Perekonomian Indonesia mulai membaik
menuju ke arah stabil. Apalagi ketika perekonomian pada tahun 1970-an
terjadi “krisis minyak dunia” menguntungkan Indonesia karena karena
harga minyak dunia melambung tinggi. Hal ini memberikan keuntungan
devisa yang berlipat ganda bagi pemerintah Indonesia. Perekonomian
Indonesia mulai pulih dan beranjak stabil. Dengan cadangan devisa yang
begitu besar, pemerintah berusaha mengejar ketertinggalan Indonesia di
bidang industri. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membangun
industri besar-besaran, mengingat selama ini Indonesia hanya berfokus
pada bidang pertanian, sedangkan industri belum digarap sungguh-sungguh
karena keterbatasan dana.
Komentar
Posting Komentar